Kamis, 06 Maret 2014

CARA MENDIDIK DAN MENGAJAR ANAK TUNAGRAHITA SERTA KARAKTERISTIKNYA

CARA MENDIDIK DAN MENGAJAR ANAK TUNAGRAHITA SERTA KARAKTERISTIKNYA

Pendidikan khusus sebagai salah satu bentuk pendidikan yang khusus di peruntukan bagi mereka yang mengalami hambatan dalam belajarnya, secara sadar terus berupaya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan dengan sebaik-baiknya.
Menyadari bahwa Anak Berkebutuhan Khusus ( ABK ) adalah individu yang unik. Keunikan ini mengandung pengertian bahwa ABK mempunyai sifat-sifat khusus atau karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, baik dalam segi kemampuan, bakat, minat maupun gaya belajarnya.
Mendidik siswa di sekolah luar biasa tidak sama dengan mendidik siswa di sekolah umum. Yang perlu dipahami oleh pendidik yang memiliki siswa tunagrahita antara adalah guru harus mehami karakter anak tunagrahita yang memiliki keunikan tersendiri yaitu bersifat pelupa, susah memahami perintah yang kompleks, perhatian mudah terganggu, dan susah memahami hal-hal yang kompleks. Oleh karena itu guru siswa tunagrahita harus sabar, penyayang, mengajar dengan kata-kata sederhana dan gambar yang nyata.
Istilah untuk anak tunagrahita bervariasi, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan nama : lemah pikiran, terbelakang mental, cacat grahita dan tunagrahita.
Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Mentally Handicaped, Mentally Retardid. Anak tunagrahita adalah bagian dari anak luar biasa. Anak luar biasa yaitu anak yang mempunyai kekurangan, keterbatasan dari anak normal. Sedemikian rupa dari segi: fisik, intelektual, sosial, emosi dan atau gabungan dari hal-hal tadi, sehingga mereka membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan potensinya secara optimal.
Jadi anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kekurangan atau keterbatasan dari segi mental intelektualnya, dibawah rata-rata normal, sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi, maupun sosial, dan karena memerlukan layanan pendidikan khusus.
Pengertian Tunagrahita menurut American Asociation on Mental Deficiency/AAMD dalam B3PTKSM, (p. 20) sebagai berikut: yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes; yang muncul sebelum usia 16 tahun; yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif. Sedangkan pengertian Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22) sebagai berikut: Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku.Kekurangan dalam perilaku adaptif. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu anatara masa konsepsi hingga usia 18 tahun. Pengklasifikasian/penggolongan Anak Tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut American Association on Mental Retardation dalam Special Education in Ontario Schools (p. 100) sebagai berikut:
EDUCABLE : Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam akademik setara dengan anak reguler pada kelas 5 Sekolah dasar.
2.2  SEBAB-SEBAB KETUNAAN
Menurut penyelidikan para ahli (tunagrahita) dapat terjadi :
1.   Prenatal (sebelum lahir)
Yaitu terjadi pada waktu bayi masih ada dalam kandungan, penyebabnya seperti : campak, diabetes, cacar, virus tokso, juga ibu hamil yang kekurangan gizi, pemakai obat-obatan (naza) dan juga perokok berat.
2.   Natal (waktu lahir)
Proses melahirkan yang sudah, terlalu lama, dapat mengakibatkan kekurangan oksigen pada bayi, juga tulang panggul ibu yang terlalu kecil. Dapat menyebabkan otak terjepit dan menimbulkan pendarahan pada otak (anoxia), juga proses melahirkan yang menggunakan alat bantu (penjepit, tang).
3.      Pos Natal ( Sesudah Lahir)
Pertumbuhan bayi yang kurang baik seperti gizi buruk, busung lapar, demam tinggi yang disertai kejang-kejang, kecelakaan, radang selaput otak (meningitis) dapat menyebabkan seorang anak menjadi ketunaan (tunagrahita).
2.3  PENDIDIKAN ANAK TUNAGRAHITA
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pengajaran. Demikian halnya dengan anak tunagrahita berhak untuk mendapatkan pendidikan. Sekolah-sekolah untuk melayani pendidikan anak luarbiasa (tunagrahita) yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB) atau sekolah berkebutuhan khusus.
1.      Sekolah untuk anak luar biasa terdiri dari :
a.          SLB – A untuk anak Tunanetra
b.         SLB – B untuk anak Tunarungu
c.          SLB – C untuk anak Tunagrahita
d.         SLB – D untuk anak Tunadaksa
e.          SLB – E untuk anak Tunalaras
f.          SLB – F untuk anak Berbakat
g.         SLB – G untuk anak cacat ganda
2.         Sekolah Luar Biasa untuk anak tunagrahita dibedakan menjadi :
a.          SLB – C untuk Tunagrahita ringan
b.         SLB – C untuk Tunagrahita sedang
3.         Untuk Tunagrahita berat biasanya berbentuk panti plus asramanya.
2.4  KURIKULUM
      Dalam memberikan layanan pendidikan tidak terlepas dari yang namanya kurikulum. Kurikulum sebagai pedoman bagi sekolah. Kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan tugasnya. Kurikulum untuk Sekolah Luar Biasa disesuaikan dengan jenis dan tingkat ketunaannya, mulai dari tingkat TKLB sampai dengan SMALB. Kurikulum yang sekarang ini digunakan yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004. Selain mempelajari mata pelajaran umum, ada juga mata pelajaran ke khususan, untuk anak tunagrahita yaitu mata pelajaran “Bina Diri” didalamnya mencakup:
1.      Mengurus diri
2.      Menolong diri
3.      Komunikasi dan Sosialisasi
2.5  CIRI-CIRI KHUSUS PADA MASA PERKEMBANGANNYA
a.       Masa Bayi
Para ahli mengemukakan bahwa tunagrahita adalah tampak mengantuk saja , apatis tidak pernah sadar, jarang menangis, kalau menangis terus menerus, terlambat duduk, bicara dan berjalan.
b.      Masa Kanak-kanak
Ciri ciri klinis seperti mongoloid, kepala besar, dan kepala kecil. Tetapi anak tunagrahita ringan ( yang lambat ) memperlihatkan ciri-ciri sukar mulai dengan sesuatu. Mengerjakan sesuatu dengan berulang-ulang tetapi tidak ada variasi, tampak penglihatannya kosong, melamun, ekspresi muka tanpa ada pengertian.
c.       Masa Puber
Perubahan yang dimiliki remaja tunagrahita sama halnya dengan remaja biasa. Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi perkembangan berfikir dan kepribadian berada di bawah usianya. Akibatnya ia mengalami kesulitan dalam pergaulan dan mengendalikan diri
  Cara mendidik Anak Tuna Grahita di Sekolah
Keterbatasan kecerdasan yang di miliki anak tunagrahuta menjadi kendala utama dalam belajar. Mereka tidak mampu berkompetisi dalam belajar dengan temannya yang normal sehingga mereka seringkali menjadi bahan olok-olok sebagai anak yang bodoh di kelas.
Materi pembelajaran bagi anak tunagrahita harus di rinci dan sedapat mungkin di mulai dari hal-hal konkrit, mengingat mereka mengalami keterbatasan dalam berfikir abstrak. Walaupun demikian materi yang bersifat akademik tetap di berikan sampai mereka memperlihatkan ketidak mampuannya. Sebaliknya materi pelajaran keterampilan memiliki bobot yang tinggi karena melalui materi ini di harapkan mereka dapat memiliki suatu keterampilan sebagai bekal hidupnya.
Dan materi pelajaran bina diri bagi anak tunagrahita harus diprogamkan secara rinci dan mendapat bobot yang tinggi pula karena tidak dapat mempelajari hal itu hanya melalui pengamatan seperti yang di lakukan anak normal.
Strategi pembelajaran yang dapat digunakan pada pembelajaran anak tunagrahita adalah strategi pembelajaran yang diindividualisasikan dimana mereka belajar bersama-sama dalam satu kelas tetapi kedalaman dan keluasan materi, pendekatan/metode maupun teknik berbeda-beda di sesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap peserta didik. Namun demikian dapat pula menggunakan strategi lainnya seperti strategi kooperatif, dan strategi modifikasi tingkah laku. Metode mengajar hendaknya harus dipilih agar anak belajar dengan melakukan karena dengan praktek rangsangan yang di peroleh melalui motorik akan cepat di pusat berpikir dan tidak mudah di lupakan.
Alat/media yang di gunakan dalam pembelajaran anak tunagrahita harus memperhatikan beberapa criteria, seperti : anak memiliki tanggapan tentang yang di pelajarinya, tidak mudah rusak, tidak berbahaya, tidak abstrak, dapat di gunakan anak, dan mudah di peroleh.
Evaluasi belajar dalam pembelajaran anak tunagrahita harus dilakukan setelah mempelajari salah satu bagian kecil dalam materi pembelajarannya, dan setelah itu barulah kita pindah pada materi berikutnya. Alat evaluasi sebaiknya berbentuk kinerja dan hasilnya pun diolah secara kualitatif. Sedangkan penilaian kuantitatif di buat apabila dibutuhkan namun didampingi dengan uraian singkat ( bersifat deskriptif )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar